“Tetiba pusing, gegara liat berita kriminal di televisi.”
Tetiba dan gegara adalah dua kata yang belakangan ini sering terlihat dipakai oleh para pengguna bahasa. Coba saja intip linimasa, untuk lihat bukti konkretnya.
Dalam ilmu pembentukan bahasa (morfologi) Indonesia, ada proses pembentukan kata yang bernama reduplikasi dwipurwa. Proses ini mengulang bagian depan atau suku kata awal dari sebuah kata dasar. Pengulangan ini biasanya diikuti dengan pelemahan vokal pertama. Contohnya, lelaki dari laki-laki dan beberapa dari berapa-berapa. Atau, contoh dari reduplikasi dwipurwa yang mendapat kombinasi akhiran -an, seperti pepohonan, rerumputan, dan bebatuan.
Menurut Totok Suhardijanto, pengajar Program Studi Indonesia FIB UI, “Pemakaian bentuk gegara dan tetiba tidak menyalahi kaidah pembentukan kata dalam bahasa Indonesia.”
Salah satu fungsi pengulangan dwipurwa adalah menciptakan kata baru yang dapat mewakili konsep tertentu. Misalnya, jejaring dari jaring dan tetikus dari tikus. Atau, fungsi lainnya adalah memendekkan bentuk ulang. Misalnya, laki-laki menjadi lelaki atau pohon-pohonan menjadi pepohonan.
“Nah, kelihatannya gegara dan tetiba mengadopsi fungsi kedua (pemendekan) sehingga diperoleh tetiba dari tiba-tiba dan gegara dari gara-gara,” tukas Totok.
Jadi, tidak ada salahnya ketika kini mulai muncul bentuk tetiba atau gegara di mana-mana. Bentuk tetiba dan gegara merupakan bentuk yang benar jika dilihat dari kacamata morfologi.
jadi kapan dibakukan dan masuk dalam KBBI? Gejala ini sepertinya dimulai oleh para pengguna twiter dan bloger sepertinya.. iya nggak sih?
SAlam
Hoo saya kira ini bahasa indonesia timur.. *korban mob papua
tulisan ini kok mirip sama yang di sini ya: http://intisari-online.com/mobile/read/bahasa-kita-penggunaan-tetiba-dan-gegara
Itu saya yang nulis memang, Mas Fajrin Siddiq 🙂
jadi kalo ‘laba-laba’ bisa jadi ‘lelaba’? ga baku sama sekali bukan :))
banyak kok kata2 lain yg terlihat logis dr kcmata morfologi, tapi belum tentu baku, maksa banget kalo langsung dicap baku hanya karena mirip secara morfologi
baku atau tidak baku itu sebetulnya masalah kebiasaan. saya pribadi awalnya “gatal” mendengar tetiba, tapi karena banyak digunakan ya pada akhirnya “dianggap” baku dan biasa.
laba-laba tidak bisa jadi reduplikasi macam ini karena laba-laba adalah satu kata, bukan bentuk reduplikasi, Dian.
kalo cabe-cabean di bakukan pasti menjadi cecabean bukan?
Tidak menyalahi sih Mbak, cuman aku kurang suka. Haha
Penggunaan kata atau bahasa memang kadang terlalu subjektif.
Apa memenuhi syarat tersebut ya? Karena yang dicontohkan, pepohonan, lelaki, bebatuan dan lain sebagainya itu adalah kata benda, sementara “tiba” bisa berarti kata kerja, dan “gara” juga bukanlah kata benda (lupa istilahnya 😀 ).
eneg dengernya….
TETIBA dan GEGARA sudah puluhan tahun digunakan di Malaysia. Bahasa Indonesia punya aturan sendiri.
Kerenn!