Fansipan Mountain, The Roof of Indochina, dan Bagaimana Saya Bisa Mencapainya

Saya baru mendengar tentang keberadaan Gunung Fansipan di Vietnam sebetulnya baru di awal 2019. Alangkah beruntungnya bahwa sebelum 2019 berakhir, saya bisa mencapai titik tertinggi Indochina ini, atau yang banyak orang sebut dengan The Roof of Indochina.

Peak of Fansipan Mountain - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Senandung yang serupa nyanyian di puncak Gunung Fansipan (3.143 mdpl) terdengar sayup-sayup di telinga. Saya pikir, suara merdu apa ini yang terdengar di Atap Indochina? Meski tak tahu apa artinya—karena berbahasa asing—, saya tetap mencari sumber suara dan menemukannya.

Di antara kabut tebal yang menutupi pemandangan siang itu, saya lihat para biksu dan calon biksu yang berpakaian seragam berwarna coklat tua, duduk bersila. Mereka duduk berjajaran membentuk satu saf di puncak Fansipan, tepat di titik berdirinya tugu bertuliskan FANSIPAN 3.143 M. Mereka sedang melagukan doa dengan syahdu, sembari melakukan gerakan-gerakan seperti bersujud. Beberapa menutup matanya, beberapa tidak. Beberapa ada yang berwibawa dan berkharisma, beberapa ada yang masih cengengesan dan tampan (eh) (tag Arne) (bagaimana iyeu cara tag di blog).

Monks Pilgrim Destination Fansipan - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Kenapa saya tiba-tiba berada di puncak Gunung Fansipan? Pertanyaan ini mengharuskan saya memutar waktu ke belakang untuk menceritakan kisah perjalanan saya dari Kota Sa Pa berketinggian 1.500 mdpl hingga tiba di puncak Fansipan berketinggian 3.143 mdpl.

Ketika dengan sadar memutuskan ke Sa Pa, saya dan Arnellis punya tujuan utama, yaitu mencapai puncak Gunung Fansipan, yang disebut sebagai puncak tertinggi Indochina (mencakup wilayah Kamboja, Laos, Vietnam). Saya suka naik gunung, tapi Arne tidak terlalu. Karena alasan inilah justru, Fansipan adalah gunung yang tepat untuk kami berdua.

DUA CARA MENCAPAI PUNCAK FANSIPAN

Fansipan termasuk di dalam kawasan pegunungan Hoang Lien Son, yang membujur di sebelah tenggara rangkaian pegunungan Himalaya. Ia berada di area Taman Nasional Hoang Lien. Jarak Fansipan sekitar 19 km dari Kota Sa Pa.

Untuk bisa mencapai puncak Fansipan, kita bisa memilih di antara dua cara. Pertama, trekking hingga ketinggian 3.143 mdpl. Rute-rute pendakian Fansipan yang direkomendasikan, antara lain rute Tram Ton yang paling ringan, dimulai dari ketinggian 1.900 mdpl dengan total 10 jam pendakian; rute San Sa Ho-Ban Sin Chai dengan kesulitan menengah, mulai di 1.260 mdpl dan 12 jam pendakian; dan rute tersulit dari Cat Cat Village, dengan titik keberangkatan 1.245 mdpl dan 18 jam pendakian.

Bagi yang ingin mencapai Gunung Fansipan dengan cara pertama ini, saya punya kawan yang sudah melakukannya. Kalian bisa langsung bertanya ke Rizal Agustin (Mrizag). Colek saja anaknya di medsos.

Cara kedua adalah naik cable car sekitar 20 menit dan langsung tiba di puncak gunung. Ini yang saya sebut bahwa Fansipan cocok untuk saya dan Arne. Fansipan bisa dicapai dengan cara yang sangat praktis, bahkan bagi orang yang tidak suka mendaki gunung. Fansipan bahkan satu-satunya gunung di Asia Tenggara yang bisa dicapai dengan cable car.

View from Cable Car Fansipan Mountain Sapa Vietnam - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Cable car di Fansipan ini dibuka pada 2016. Proyek cable car ini terjadi atas investasi dari sebuah perusahaan pengembang real estate terbesar di Vietnam berbasis di Da Nang bernama Sun Group. Karena itu, nama lengkap dan resmi Fansipan Legend adalah Sun World Fansipan Legend. Perusahaan ini juga pemilik shopping mall bernama Sun Plaza, dan hotel bintang lima bernama Hotel de la Coupole MGallery by Sofitel, yang keduanya terletak di dalam bangunan Sa Pa Station, di pusat Kota Sa Pa.

Bagi yang memilih naik cable car seperti kami, kembali ada dua pilihan. Pertama, naik taksi hingga ke titik di mana kita bisa naik cable car, yaitu di Sun World Fansipan Legend. Kedua, naik kereta dari Sa Pa Station sampai Fansipan Legend. Saya dan Arne mencoba keduanya. Berangkat dengan opsi nomor 1, dan pulang dengan opsi nomor 2.

Tiket Cable Car Fansipan - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Sebelum berangkat, kami sudah mengantongi tiket cable car lebih awal karena pihak penginapan membantu kami memesankan sehari sebelumnya. Ini pun karena kami tanpa sadar memutuskan berangkat Fansipan saat akhir pekan. Kata beberapa orang lokal, antrean beli tiket dan antrean cable car akan sangat gila setiap weekend. Jadi, beli tiket lebih dulu seperti ide yang baik. Harga tiket cable car Fansipan Legend pulang-pergi adalah VND700.000 atau sekitar Rp428.000.

CABLE CAR FANSIPAN

Kami berangkat dari penginapan di Sa Pa sekitar pukul 8. Butuh waktu sekitar 15 menit naik taksi dari penginapan di Cat Cat Garden ke Fansipan Legend, titik untuk naik cable car. Perjalanan bisa lebih lama dari itu kalau hujan, karena jalanan yang sempit, berliku-liku, dan mendaki. Kalau mau dibayangkan, mungkin seperti jalanan dari Dago menuju Lembang, Bandung. Rasanya jadi tiba-tiba kepingin batagor sama tongseng Imah Babaturan dah.

Dalam perjalanan dari Sa Pa menuju Fansipan, kita akan melewati lembah hijau nan rindang yang ternyata bernama Muong Hoa Valley. Lembah ini terdiri dari beberapa pedesaan seperti Han Thao dan Tan Van, persawahan yang berundak-undak, dan Hoa Stream. Kadang-kadang kita bisa melihat masyarakat lokal sibuk di sawah, atau berjalan kaki di tepi jalan.

Sapa Lao Cai Vietnam - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Puluhan menit kemudian, setelah membayar ongkos taksi sekitar VND120.000 (Rp73.000), kami tiba di Fansipan Legend. Tidak disangka, di kaki gunung, terdapat bangunan solid bergaya Eropa dengan lanskap pegunungan di sekelilingnya. Ada pula sebuah bangunan kuil di area ini, tepat di area balkon luas untuk menikmati pemandangan asri di kaki Gunung Fansipan.

Temple Fansipan Legend Sapa Vietnam - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Dan benar saja, karena akhir pekan, Fansipan Legend dipadati oleh banyak orang. Rata-rata mengenakan pakaian minim dan kasual. Jujur, waktu masih di Fansipan Legend, suhu memang cukup hangat—kalau tidak bisa dikatakan panas. Saya dan Arne yang bersiap-siap mengenakan jaket hangat, sweater, dan celana berlapis longjohn, sempat merasa saltum alias salah kostum.

Kami masuk ke salah satu bangunan terbesar di area itu, dan mendapati bahwa jalur untuk naik cable car memang super antre. Tak salah peringatan yang diberikan oleh staf penginapan kami.

Kita selalu bisa membeli tiket cable car ini langsung di tempat (on the spot), baik weekend atau weekdays. Letak loket pembelian tiket ini ada di bangunan terbesar di Fansipan Legend, di lantai paling atas, setelah naik eskalator beberapa lantai.

Kami berada dalam antrean panjang beberapa menit setelah tiba di Fansipan Legend. Sebagian besar dari kawanan ini adalah masyarakat lokal. Meski panjang, antrean berjalan lancar dan tidak rusuh. Tak disangka pula, antrean memendek sangat cepat. Ternyata, armada cable car yang tersedia cukup banyak dan datang dalam jeda waktu beberapa menit.

Kabarnya, cable car ini bisa mengangkut sekitar 2.000 orang per jam. Tiap car bisa menampung hingga 35 orang.

Cable Car crowded weekend Fansipan Mountain - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Berangkat menuju puncak Fansipan, saya dan Arne mendapat cable car yang penuh orang. Semua kursi terisi. Dalam 20 menit ini, kami menikmati perjalanan yang menawarkan dua pemandangan yang sama sekali berbeda. Setengah perjalanan adalah tentang melihat Kota Sa Pa dari ketinggian dan kelebatan hutan yang hijau. Setengah perjalanan sisanya adalah menikmati kabut tebal yang membuat kita tak bisa melihat apa pun di luar jendela.

Ketika memandangi dari atas, kawasan hutan lebat di kaki Fansipan ini mengingatkan saya pada apa yang saya baca beberapa waktu lalu. Bahwa di masa lalu, kawasan kaki gunung ini adalah tempat banyak pengungsi dari Tiongkok yang bersembunyi di hutan. Bahkan, konon, menurut kisah rakyat, dulu, hutan-hutan ini adalah tempat hidupnya banyak perompak dan pemberontak yang melarikan diri dari kejaran kaum kuasa.

Fansipan Mountain Vietnam Sapa Lao Cai - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Semakin tinggi cable car merangkak naik, semakin hati ini mencelos ketika terjadi guncangan—meski minor. Saya dan Arne hanya saling pandang saat itu terjadi. Ada bergidik yang tidak bisa dijelaskan di sini. Seiring dengan kabut yang semakin pekat, udara pun semakin dingin.

Saya mulai mengenakan jaket hangat yang selama ini saya simpan di tas. Sekarang, saya tidak merasa saltum lagi. Saya malah merasa, orang-orang yang mengenakan pakaian minim tadi-lah yang saltum. Benar saja, kebanyakan dari mereka yang berpakaian minim ada di satu cable car yang sama dengan saya, mulai menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya dan gemetaran. Ingin bilang, “Mampus kau, makanya jangan meremehkan gunung, mau gimana juga ya pasti dingin,” tapi tak jadi. Karena kasihan juga melihat mereka gigil.

Pintu cable car akhirnya terbuka, bersama dengan angin dingin yang menerpa wajah. Terdengar teriakan halus, “Wahhhh…,” banyak orang ketika merasakan angin tersebut. Beberapa perempuan yang mengenakan mini dress langsung berisik dan bergidik. Beberapa remaja yang hanya berkaus, mengangkat bahu dan mengusap-usap lengan sendiri. Saya mau berpartisipasi ikutan ber-wahhhh, tapi tidak jadi karena toh saya tidak kedinginan. Tubuh sudah hangat dibalut berlapis pakaian dan sepatu berkaos kaki wol (pongah sedikit).

ADA APA DI PUNCAK FANSIPAN?

Mencapai puncak gunung berketinggian 3.143 mdpl dalam waktu puluhan menit memang rasanya seperti tidak percaya. Kenyataan baru pelan-pelan dicerna otak ketika kami keluar dari bangunan tempat naik-turunnya cable car, dan mendapati diri di antara kabut pekat seperti negeri di atas awan.

Ketika kami tiba di puncak Fansipan, kabut memang sedang tebal-tebalnya. Sayang sekali memang. Karena kalau sedang cerah, kita bisa melihat keindahan bangunan-bangunan yang ada di puncak gunung ini dengan jelas. Karena kabut, saya hanya bisa memandang kejauhan dan paling jelas hanya melihat siluet-siluet bangunan di kejauhan. Tapi berkat kabut pula, keramaian di puncak Fansipan saat weekend, jadi bernuansa lebih puitis. Orang-orang lalu lalang seperti dalam gerakan lambat. Atau, ini cuma dalam pikiran saya saja yang sok romantis?

Weekend Fansipan Mountain - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Puncak Gunung Fansipan memang berbeda dari kebanyakan puncak gunung lainnya. Ia adalah satu-satunya gunung di Asia Tenggara yang bisa dicapai dengan cable car dan di puncaknya berdiri banyak bangunan megah. Bangunan tempat naik-turun cable car pun berisi tempat makan, toko suvenir, dan toko-toko kecil penjual camilan.

Saya lihat beberapa orang bersiap-siap mengenakan jas hujan (persis seperti jas hujan tipis berwarna-warni yang digunakan para ojek online di Jakarta). Saya cuma membatin, apakah ini cara mereka untuk mengatasi dingin ataukah dingin bukan halangan, mereka hanya tak ingin basah?

Saya mengikuti orang-orang saltum yang sekarang berjas ujan warna-warni itu keluar bangunan. Ya memang selaiknya kabut, kadang-kadang disertai dengan gerimis. Saya yang sudah mengenakan jaket hangat waterproof ini santai saja menerabas orang-orang yang melangkah ragu-ragu.

Ada rasa bersemangat di dada saya dan Arne. Meski super crowded di ketinggian 3.143 mdpl ini, tapi rasa senang mengalahkan semua itu. Saya masih tidak percaya bisa semudah ini tiba di atas gunung. Arne masih tidak percaya bisa tiba-tiba naik gunung. The Roof of Indochina pula. Cie, Arne.

Tidak terlalu sulit pula untuk mengeksplorasi puncak Fansipan. Di banyak titik, papan penunjuk jalan bertebaran, memudahkan kita untuk menentukan arah. Hanya saja, sekadar peringatan bagi yang tidak suka trekking, bahwa akan ada ratusan anak tangga di mana-mana. Iya, anak tangga di atas awan. Anak-anak tangga ini mengarahkan kita ke beragam kuil, pagoda, patung Buddha raksasa, hingga tugu utama bertuliskan FANSIPAN 3.143—tempat saya mendengar chanting para biksu yang saya sebut di awal tulisan.

Giant Buddha Fansipan Peak Vietnam - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Tak semua orang yang datang ke puncak Fansipan ini untuk sekadar bertamasya. Ternyata, Fansipan adalah destinasi ziarah yang populer. Banyak dari mereka yang datang ke sini memang datang untuk berdoa di kuil-kuil yang ada, beribadah dan menemukan Buddha.

Finacular Fansipan Mountain - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Ada opsi lain untuk mengeksplorasi puncak Fansipan, di luar naik-turun tangga. Ada funicular/ funiculaire, yaitu semacam kereta berjarak dekat dengan derajat kemiringan sampai 45°. Bentuk kereta ini jauh lebih kecil dari kereta yang berangkat dari Sa Pa Station. Ini seperti kereta satu gerbong. Harga funiculaire ini adalah VND70.000 satu kali perjalanan, atau sekitar Rp42.500. Cocok buat kalian yang tak terlalu ngefans pada tangga.

Rasanya saya perlu sudahi omongan soal tangga. Kalian pasti lelah.

Satu hal tentang saya, saya cenderung mudah lapar kalau berada di udara dingin. Maka, ketika di puncak Fansipan, saat sibuk naik-turun tangga dan sibuk menikmati kabut, perut saya tiba-tiba keroncongan. Yang ada di pikiran, sih, bakso atau spicy ramen, tapi tak ada. Masih untung, di puncak ini tersedia kios (stall) makanan kecil berupa roti dan minuman ringan untuk yang hanya ingin ngemil, atau restoran yang menyediakan menu lebih beragam untuk yang super kelaparan. Saya cukup mengganjal perut dengan roti strawberry yang masih hangat. Nyam.

Strawberry Bread at Summit Fansipan - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Jujur, karena kabut, kami tidak terlalu bisa menikmati pemandangan jernih di sekeliling. Tapi, kabut toh selalu punya daya tariknya sendiri–apalagi bagi orang yang (sekali lagi) sok romantis macam saya.

Sempat terpikir untuk menunggu hingga lebih sore berharap kabut lebih reda dan terang datang, tapi ternyata semakin sore, kabut semakin tebal. Jarak pandang semakin memendek. Saya dan Arne kira, mending kembali saja ke Sa Pa. Benar saja insting kami, tepat ketika tiba di Sa Pa ternyata hujan. Untung tidak menunggu di puncak dan kecewa.

Kami turun dari puncak Fansipan dengan cable car sekitar pukul 15.00. Kala itu, berbeda dari saat berangkat, kami naik car yang kosong. Hanya ada saya dan Arne dalam satu car. Wohooo!

Cable Car Fansipan Sapa Lao Cai Vietnam - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Kami kembali ke Kota Sa Pa dengan naik kereta dari Muong Hoa Station di Fansipan Legend. Ternyata, perjalanan dengan naik kereta ini jauh lebih indah ketimbang naik taksi. Tapi tak mengapa, saya tak menyesal karena bisa merasakan keduanya. Harga tiket kereta dari Muong Hoa Station Fansipan menuju Sa Pa Station adalah VND50.000 atau sekitar Rp30.000-an.

THE BEST MONTH TO GO TO FANSIPAN

Menurut orang lokal dan beberapa artikel yang saya baca, sesungguhnya waktu terbaik untuk mendaki atau mengunjungi Fansipan adalah April-Mei. Ini adalah waktu paling hangat dan tepat ketika bunga-bunga liar sedang bermekaran.

Hindari mendaki Juni-September karena ini musim hujan. Selain licin dan badai, kabut pun kerap turun dalam kadar yang tebal.

Arnellis dan Astri Apriyani di Puncak Gunung Fansipan - Astri Apriyani - Atre's Odyssey

Di akhir hari, saya merasa perjalanan ini lebih dari yang saya harapkan—meskipun kabut dan tak cerah. Fansipan memang destinasi tepat untuk menikmati pemandangan sekaligus mengenal budaya serta religi masyarakat Vietnam.

Baca juga: Mencari Udara Sejuk di Sa Pa, Kota Pegunungan di Vietnam

7 Comments Add yours

  1. Olive B says:

    waktu ke sini sampai puncak udah kayak tikus kecebur got, kuyup diterpa gerimis, kabut, angin tapi puas .. eh, mau dink balik lagi

    1. Atre says:

      Hahahaha, ya ampun tikus kecebur got. Aku waktu itu nggak begitu heboh sih gerimis-gerimisannya, tapi kabutnya aja super pekat. Iya, enak kali ya ke sana lagi tapi pas cuaca lagi cerah dan clear. Kujuga mau sih ke sana lagi pankapan 😀

  2. keren nih kalo bisa liburan kesana

  3. morishige says:

    Sudah banget nyalain rokok di sini. hahaha

    1. Atre says:

      Hahaha, dari sekian banyak komentar, ini lucu sih. Iya, anginnya badai banget ya. Mungkin disuruh berhenti merokok biar nggak engaph.

  4. Rizal says:

    Google nama sendiri ternyata namaku disebut di blogpost ini :))
    Seruuu! Jadi pengen balik deh pas winter, katanya di hampir puncaknya suka ada salju.
    Btw, kayanya harus diupdate apa yang disebut diblog ini. Tar ada yang ngajak taaruf berabe hahaha *kidding

    1. Atre says:

      Serius sampe ada saljunya di puncak kalo winter? Mau juga ahhh.

      Hahaha, siap, segera diupdateee, Zalll 😁

Leave a comment