Temanggung dan Betapa Menyenangkannya Main di Kota Tembakau Ini

Pada 22 Februari 2020, dalam keadaan mengantuk, saya mendapati tubuh saya duduk di kursi gerbong eksekutif kereta api. Sesekali terdengar bunyi uoooong panjang, terutama ketika kereta masuk dari satu stasiun ke stasiun lain.

Saya cek sobekan tiket yang ada di kantong jaket berwarna terakota. Tujuan yang tertera di sana adalah Stasiun Weleri, Kendal, Jawa Tengah. Setengah mengantuk, saya pandang-pandangi pemandangan sawah di sebelah kiri saya, di balik jendela, yang berlalu cepat. Ada perasaan tenang menikmati hijau-hijau itu. Begitu menengok ke kanan, saya dapati ada seorang perempuan berambut ikal tertidur lelap. Namanya Vira Tanka, seorang sketcher yang kali ini jadi teman perjalanan saya. Perjalanan-perjalanannya bisa diintip di Instagram atau blognya.

Stasiun Weleri - Astri Apriyani

 Kalau dengar Stasiun Weleri, mungkin nama itu terdengar sungguh tidak familier. Pertanyaan pertama yang sering dilontarkan, “Weleri, di mana itu?” Lalu, kedua yang populer adalah, “Ngapain ke Weleri? Ada apa di sana?”

Stasiun Weleri adalah sebuah stasiun kecil dengan bangunan yang atap utamanya berbentuk limas.

Letak stasiun ini berada di daerah Weleri, Kendal, Jawa Tengah. Hanya saja, tujuan utama saya dan Vira bukan hendak menjelajahi Weleri. Kami hendak ke Temanggung, sekitar 2,5 jam dari Weleri.

Stasiun Weleri adalah salah satu akses untuk mencapai Temanggung. Tempo hari, kami naik kereta api bernama Dharmawangsa dari Stasiun Pasar Senen dan menghabiskan waktu sekitar 6 jam di atas kereta. Saya yang selalu susah tidur di rumah, berakhir pulas sepanjang jalan berkereta. Tiba di Stasiun Weleri yang kecil dan sepi, yang menyambut malah hujan.

Sebetulnya, transportasi dari Weleri ke Temanggung itu banyak opsinya. Ada bus umum, travel, tapi yang mengejutkan ternyata bisa juga pilih GrabCar. Karena alasan hujan, saya dan Vira akhirnya memilih GrabCar. Praktis karena bisa langsung dijemput di Stasiun Weleri—meskipun dari segi harga, memang rada mahal; bisa sampai Rp300 ribu.

Ternyata, perjalanan Weleri-Temanggung itu secara mengejutkan, menarik. Kami dibawa ke jalan beraspal yang sudah rapi (seperti jalan poros), dengan kontur yang berkelok-kelok dan menanjak-turun. Pada dasarnya, dari Weleri, kami memang beperjalanan dari dataran rendah ke dataran tinggi.

Pertanyaan selanjutnya, ada apa memang di Temanggung sampai bela-belain ke kota yang punya julukan Kota Tembakau ini?

 

Alasan Pertama: Pasar Papringan

Pasar Papringan (www.instagram.com/pasarpapringan) adalah tujuan utama kami main ke Temanggung. Ialah pasar tradisional yang awalnya bentuk CSR sebuah perusahaan dan sudah ada sejak 2016. Pasar ini tidak setiap hari atau bahkan setiap akhir pekan digelar. Pasar Papringan hanya diadakan setiap Minggu Wage dan Minggu Pon. Letaknya di Dusun Ngadiprono (sudah mudah dicari di GoogleMaps di bawah nama “Pasar Papringan”), Temanggung.

Untuk jadwal Pasar Papringan selanjutnya, informasi bisa dicek di Instagram @pasarpapringan. Mereka selalu mengabarkan tanggal-tanggal pasar yang akan datang.

Dari Kota Temanggung, lokasi pasar Dusun Ngadiprono itu lumayan berjarak. Ada kali hampir 30 menit. Dengan pemandangan sawah, rindang pepohonan di kanan-kiri jalan, dan sesekali kalau kabut sedang tidak tebal, ada lekuk-lekuk Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang melambai-lambai di kejauhan. Terlihat gagah, tapi misterius. Terasa raksasa, tapi kecil. Paling enak memang pasang earphone dan dengarkan musik favorit sepanjang perjalanan ini—kalau saya, sih.

Pasar Papringan sendiri sebetulnya sudah mulai buka sejak pukul 6 pagi dan ‘hanya’ sampai pukul 12 siang. Karena itu, sekiranya mau menikmati pasar yang masih kondusif serta sepi, sebaiknya datang sepagi mungkin.

Pasar Papringan 2 - Astri Apriyani

Saya dan Vira tiba di pasar sekitar pukul 7.30. Ternyata, di waktu ini, pasar masih sungguh nyaman buat dijelajahi. Masih tenang. Dari tempat parkir kendaraan, kita perlu berjalan kaki sejenak melewati kawasan pemukiman warga. Mengikuti papan petunjuk bertuliskan “Pasar Papringan” dan tanda panah, untuk bisa menemukan si pasar tidak sulit. Ketika pemandangan dari rumah-rumah rapat berganti dengan pepohonan teduh, tanaman kopi, lalu pepohonan bambu, artinya kita sudah semakin mendekati pasar.

Benar saja, saya dan Vira langsung disambut oleh beberapa orang yang berada di balik meja penukaran uang. Hal pertama yang kita lihat ketika tiba di kawasan pasar memang adalah bagian tukar uang rupiah dengan uang pring (uang bambu). Terlihat dari jarak ini, aktivitas pasar masih tenang. Kami datang di waktu yang tepat. Saya dan Vira akhirnya menukarkan uang pring sebesar Rp50 ribu. Satu keping uang pring seharga Rp2 ribu. Transaksi di #pasarpapringan memang cuma bisa menggunakan uang pring. Maka, kalau berniat jajan banyak, tukarlah yang banyak.

Karena berada di bawah pepohonan bambu, lokasi Pasar Papringan ini teduh sekali. Hawa sejuk langsung menyergap. Ena’. Yang penting, tidak perlu dipikirkan bahwa kenyataannya pepohonan bambu ini persis ada di sebelah kawasan pekuburan. Permisi, permisi, ya ahli kubur.

Para penjual yang laki-lakinya kebanyakan mengenakan lurik dan para perempuannya mengenakan batik berseragam sudah siap di balik meja dagang mereka. Perut saya juga siap buat menerima makanan-makanan yang ada di sana. Hati-hati, semua menggiurkan. Karena sesungguhnya, Pasar Papringan seperti diciptakan untuk menggoda orang-orang yang doyan jajan, fans berat makanan tradisional, doyan ngemil, dan pencari suasana tenang nan zen.

Pasar Papringan - Astri Apriyani

Sudah tukar uang, sudah masuk kawasan pasar, setelah ini, sih, tidak banyak yang bisa saya ceritakan, selain makan, makan, jajan, jajan. Mulai dari makanan ringan sampai makanan berat, mulai dari jajanan pasar sampai nasi-nasian. Ada klepon, gemblong, gorengan, dawet, sego rames, kupat tahu, sampai soto. Tidak semua harganya 1 pring per makanan. Semisal, nasi itu bisa 5 pring atau mendoan bisa dapat 3 biji 1 pring. Kelar! Walhasil, saya dan Vira gelap mata: beli banyak makanan untuk dimakan di sana dan dibungkus.

Semakin siang, ketika pengunjung semakin ramai, kami memutuskan beranjak dari Pasar Papringan. Tentu saja, setelah kami foto-foto sekenanya dan Vira sketching sekilatnya.

 

Alasan Kedua: Wisata Alam Posong

Kehidupan, kan, memang bergulir dari satu pertanyaan ke pertanyaan lain, ya. Setelah satu pertanyaan selesai, lalu pertanyaan lain muncul: Terus, setelah ini ke mana lagi dong yang seru di Temanggung?

Pak Hadi (sopir mobil sewaan kami), entah ada nostalgia atau romantisme apa, selalu memuja-muja Wisata Alam Posong. Jaraknya sudah tidak jauh dari Dusun Ngadiprono. Hanya belasan menit berkendara. Pemandangan yang ditawarkan adalah pegunungan, kerindangan alam, dan hawa yang sejuk katanya. Kami manut.

Jujur saja, saya juga penasaran mau mampir ke Posong. Hanya, begitu tiba di sana, belum berjodoh. Karena hari Minggu, jalan satu-satunya menuju Posong yang serupa jalan gang kecil nan sempit itu ditutup oleh warga. Kabarnya, sudah terlalu ramai di Posong sana. Waktu itu kami tiba pukul 10. Kemungkinan, jalan baru dibuka untuk mobil sekitar pukul 3 sore. Bah! Ogah ah nunggu lama-lama. Akhirnya memutuskan cabcus instan.

 

Alasan Ketiga yang Tidak Direncanakan: Embung Kledung

Sama seperti Jakarta, ternyata, Temanggung pun sedang mendung selalu. Tak cerah-cerah. Kabut akhirnya menggayut saja di pucuk gunung dan menutupinya. Sok asyik mereka nongkrong di sana seharian. Alhasil tidak bisa kita melihat pemandangan jelas gunung-gunung terkenal Temanggung, baik Sumbing atau Sindoro.

Begitu akhirnya melipir ke Embung Kledung, salah satu objek wisata #Temanggung yang berupa waduk kecil penampungan air dengan menawarkan pemandangan gunung, kenyataannya tidak ada yang bisa dinikmati di sini. Satu-satunya hal yang bikin terkejut adalah bahwa ternyata bahkan di Temanggung, Bangtan Sonyeondan (BTS), grup hip hop Korea Selatan, sungguh populer. Terbukti, para fans sampai membuat plakat semen untuk Kim Seokjin (member paling tua) untuk merayakan ulang tahun Jin pada 4 Desember 2019. Ckckck, ARMY TEMANGGUNG, MANA SUARANYAAA?

Lepas dari Embung, akhirnya inget, “Kan, ada coffee shop di sekitar sini, ya, kalau lihat fotonya di IG, sih, oke.” Meluncur ke Kaki Bumi Coffee, berharap duduk ena’ dengan lanskap kaki gunung. Pas datang, kursi acak-acakan dan lagu yang diputar jedag-jedug Billie Eilish versi remix. WHAT?!

Kaki Bumi Temanggung - Astri Apriyani

Sebuah pelajaran, bahwa apa yang terlihat di media sosial kadang-kadang tak sama dengan kenyataannya. Kadang-kadang bisa lebih indah, kadang-kadang bisa lebih buruk.

Pasar Papringan, Posong, Embung Kledung, dan Kaki Bumi Coffee itu terletak berdekat-dekatan. Kalau ternyata ke kawasan sana ketika cuaca bagus dan saat tidak akhir pekan, mungkin bisa lebih nyaman dan lebih tidak mengecewakan.

 

Alasan Keempat dan Terbaik: Bakso Lombok Uleg Pakdi

Karena mendung, kabut mulai turun, pemandangan gunung-gunung pun sudah tidak mungkin kelihatan sore itu, akhirnya kami memutuskan turun saja ke Kota Temanggung. Lapar sudah mulai muncul, lalu kami cari yang pasti-pasti saja: MAKAN BAKSO LOMBOK ULEG PAKDI. Minta versi paling pedes. YASHHH!

Semua rekomendasi kuliner dan tempat-tempat wisata, bahkan sampai tempat sewa mobil di Temanggung adalah hasil teror ke seorang teman asli Temanggung yang sekarang bekerja di Jakarta. Namanya, Ipi. Terima kasih, Ipi!

Bakso Uleg Temanggung - Astri Apriyani

Soal bakso uleg, sebetulnya ada beberapa warung bakso uleg enak yang direkomendasikan banyak orang di Temanggung. Yang paling sering disebut adalah bakso ulegnya Pakdi di Jalan Jenderal Sudirman dan Pak Amat yang letaknya tak jauh dari tempat Pakdi. Sayang betul, saya tidak sempat coba bakso uleg Pak Amat karena ketika mampir pagi-pagi ke sana, warung belum dibuka. Rupanya, Pakdi baru buka pukul 11, sementara Pak Amat pukul 12 siang.

 

Alasan Kelima dan Alternatif Sarapan: Kupat Tahu Batoar

Jadi, kalau sarapan yang agak pagi, di Temanggung bisa makan apa? KUPAT TAHU, JAWABANNYA! Saya tahu soal Kupat Tahu Batoar di Pandean sekali lagi dari Ipi. Hanya saja, dari segi rasa, saya pikir kupat tahu di sini enak-enak saja, tapi tak ada yang super wah banget. Kelebihannya mungkin karena buka pagi kali, ya.

Kapan-kapan kalau kalian sarapan di Kupat Tahu Batoar dan ada Ibu Sri yang menjual jamu di depan warung, langsung beli. Soalnya jamunya enak. Tipikal jamu tradisional. Saya sampai beli satu botol besar jamu beras kencur untuk dibawa pulang. Biar sehat, sehat, sehat!

Alasan KEenam yang Legendaris: Waroeng Jadoel Temanggung

Karena flash trip, saya baru sadar kalau di Temanggung ini, kami fokus mengejar makanan, ya. Salah satunya tempat makan legendaris bernama Waroeng Makan Jadoel.

Saya sempat membaca sebuah artikel di internet yang menuliskan bahwa warung ini sudah ada sejak 1800-an. Sekarang, warung ini dikelola oleh generasi ketiga. Namun, ketika saya dan Vira makan malam di sana—memesan nasi opor ayam, mencomot gorengan-gorengan yang tersaji di hadapan, dan onde-onde—, ada seorang bapak yang cerita kalau warung ini baru buka 1950-an. Perempuan-perempuan yang ada di balik meja makan, terlihat sibuk wara-wiri melayani pengunjung. Saya pribadi langsung sungkan mau bertanya-tanya lebih lanjut. Tapi berakhir penasaran, jadi yang mana yang benar?

Warung Makan Jadoel #Temanggung adanya di Jalan Jenderal Sudirman. Menunya masakan rumah. Banyak pilihan lauk. Yang juara ayam kampung opornya. Nyam.

 

Penginapan di Temanggung

Salah satu pertanyaan yang banyak dilempar teman-teman adalah soal penginapan di Temanggung. Awalnya, saya rada bingung sih karena memang pilihan tidak banyak dan penampakan kalau lihat di internet atau OTT suka tidak meyakinkan. Hingga akhirnya, ketemu dua penginapan yang saya sudah coba sendiri dan punya charm-nya masing-masing.

Penginapan pertama, Omah Kebon Temanggung di Jalan Jenderal Sudirman. Buat kalian yang suka ambience atau vibe yang lawas, bangunan lama, suasana seperti rumah dengan taman rindang dan hijau, kamar yang sederhana dan seperti menginap di rumah nenek, kalian bisa pilih Omah Kebon Temanggung di Jalan Jenderal Sudirman. Lebih tradisional.

Penginapan kedua, Aliyana Hotel. Kalau lebih suka hotel yang lebih modern dengan bangunan lebih baru dan standar “hotel banget”, Aliyana Hotel mungkin lebih cocok untuk kalian. Letaknya di Jalan KH Agus Salim. Sudah bisa dipesan via OTT. Lebih terkini.

Aliyana Hotel Temanggung - Astri Apriyani

Sekian dulu cerita dari Temanggung. Karena ini terhitung trip singkat, jadi ceritanya pun cukup singkat. Walau bagaimana, semoga berfaedah, ya. Selamat menjelajah Temanggung!

Pasar Papringan 7 - Astri Apriyani

2 Comments Add yours

  1. vira says:

    pertanyaan ketiga tentang weleri adalah… gimana sih cara bacanya? :))
    dan ohhhh kumau lagiiii bakso ulegggggg

    1. Atre says:

      BAKSO ULEGGGG OHHHHH KESAYANGANNNNN~

Leave a comment