“Belajarlah Menulis dari Tukang Obat,” Kata Putu Wijaya

I Gusti Ngurah Putu Wijaya pada 16 April 2012 main-main ke kantor Kompas Gramedia di Jalan Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Meski sakit, ia memaksa diri untuk mengisi kelas menulis kami–para jurnalis dari berbagai majalah yang bernaung di bawah payung KG. Di hadapan total 12 jurnalis, Putu Wijaya berbagi pengalamannya tentang dunia tulis-menulis. Dalam beberapa jam ke depan, cerita-ceritanya berkilas-kilasan mengisi kelas.

Jacques Derrida: Fear of Writing

Laki-laki ini sudah meninggalkan dunia sejak 2004, di usianya yang ‘baru’ 74. Kanker. Tapi, ia masih kerap menemani saya menulis; mencoba membuat saya mengerti apa yang tidak atau belum saya pahami soal menulis. Ia membagi kegelisahan dan pengalamannya ketika menulis, yang ternyata pada akhirnya turut menjadi kegelisahan saya.

Jurnalisme, Blur, dan Dewan Pers

Abad tidak bisa dicegah untuk berkembang, begitu pula teknologi. Ada jurnalisme bentuk lain bernama jurnalisme warga yang muncul. Atau, jurnalisme online. Bukan kapasitas saya untuk menjawab, apakah kedua bentuk jurnalisme tersebut adalah bisa disebut jurnalisme yang sebenar-sebenarnya.

Anak Semua Bangsa: Nasionalisme dan Anak dalam Film

Bahman Ghobadi pernah sekali waktu menyebutkan, “Anak-anak punya cara sendiri untuk mengekspresikan sesuatu dalam layar lebar.” Sutradara berkebangsaan Iran-Kurdi yang kerap mengangkat tema perjuangan dan peperangan—dengan alasan itu—sering mempercayakan film-filmnya dibawakan dari “mata” anak-anak.

#MengingatMei98: Kisah Nyata Peristiwa Glodok, Tragedi Trisakti, Hingga Citra Mall Klender

“Tim pencari fakta menemukan setidaknya di Jakarta, Medan, Surabaya, dan sekitarnya, ada sekitar 85 kasus, yang korbannya mayoritas etnis Tionghoa dan beberapa perempuan pribumi dari berbagai macam kelas. Dari 85 kasus, 52 gang rape (diperkosa beramai-ramai), 14 pemerkosaan dengan penganiyaan, 10 penganiyaan seksual, dan 9 pelecehan seksual. Dan, ini terjadi di Jakarta dan sekitarnya, Medan, dan Surabaya.”

#MenolakLupa Tanjung Priok 1984: Sebuah Cerita Saksi Mata

“Apa yang terjadi di Tanjung Priok itu tak lepas dari peraturan Orde Baru, tidak boleh ada pandangan apa pun selain Pancasila. Atau disebut asas tunggal. Tidak boleh ada orang yang meyakini asas-asas lain. Ada upaya sakralisasi Pancasila,” urai John Muhammad, salah satu aktivis alumni Universitas Trisakti, membuka kisah tentang peristiwa pelanggaran HAM Tanjung Priok 1984.

Apa Kata Mochtar Lubis tentang Gelisah?

Kegelisahan ini muncul karena ketika Mochtar Lubis bicara soal emansipasi seperti apa yang diperlukan negara kita, seorang perempuan pengamen menggendong anaknya naik bis yang saya juga naiki. Nyanyian mereka jauh dari hal besar-besar yang ada dalam buku di hadapan saya. Nyanyian mereka saya kira cuma mengenal “makan apa hari ini” atau bahkan “bisakah kami makan hari ini”.