[Cerpen] Saudade Marto

Lama tinggal di jalan raya di Ibukota, tak punya rumah, tak banyak uang, dan hidup susah, Marto kadang merasa bersalah pada Soleh, sang anak yang masih kecil. Ia tak minta dilahirkan, tapi tak juga bisa hidup berkecukupan. Ia tak minta jadi anak seorang pemulung. Di ujung putus asa, Marto dan Soleh memilih jalan yang tak terduga.

Percakapan di Tengah Pandemi

Setiap hari, ketika di tengah perjalanan, kita selalu saling bertanya: apakah besok mau menunggu matahari terbit atau mengejar senja? Seakan-akan, itu adalah sebuah keputusan hidup dan mati, suatu hal yang sangat penting, seolah harga diri kita bergantung sepenuhnya padanya. Ah, tapi aku malas bangun pagi, katamu. Ya, tapi senja belakangan juga tak mampir karena langit…

Percakapan Dini Hari

Hanya saja, kadang-kadang hidup memang begitu; yang kau pikirkan tak memikirkanmu balik, yang tak kaupikirkan ternyata mencintaimu sembunyi-sembunyi.

dear my younger self,

Breathe. Step back. Love ourself first, and then just after that, we can start to love others and start to figure out everything that we want.

[Fiksi] Obituari

Si penulis obituari adalah orang yang paling terperanjat ketika kasus pandemi merebak. Sebelum pagebluk, ia sempat berharap agar datang satu saja kematian besar untuk ia tulis. Sekarang, justru ratusan kematian datang bersamaan, seolah mengabulkan doanya. – Obituari Dusun Keselan terkenal sebagai dusun kecil di mana penduduknya panjang umur serta mulia. Sudah begitu kenyataannya selama bergenerasi-generasi….

[Fiksi] Hidup Mampir Minum

BBM positif naik. Para mahasiswa turun ke jalan dan berharap pemerintah mau menarik kembali titahnya yang suci itu. Kalau dipikir-pikir, mana mungkin juga keputusan itu bisa ditarik? Sudah banyak juga bukti-bukti sebelumnya bahwa penarikan keputusan tidak akan pernah terjadi. Contohnya, masih soal kenaikan BBM pada 2005, premium yang tadinya Rp2.500 naik jadi Rp4.500.

Sapardi Djoko Damono, Antara Musik, Ivy Hat, dan Sajak-Sajak

Tahun lalu, aku tahu bahwa Sapardi Djoko Damono sedang sibuk mempersiapkan buku-buku barunya—yang sekarang sudah terbit, seperti Menghardik Gerimis. Aku selalu mengatakan, SDD adalah salah satu sastrawan yang produktif. Ketika ditanya hal yang menginspirasi SDD untuk terus menulis, jawabannya sederhana tapi tak ringan.